Biasanya
Ibu menaruh baju sergamku untuk dipakai olehku di meja dekat laci bukuku yang
tersusun dan terlipat rapi dengan harumnya. Tapi, mengapa hari ini tidak? Apa Ibu
lupa? Apa Ibu sangat sibuk sehingga tidak sempat untuk itu? Apa mungkin Ibu
capek? Atau barangkali Ibu ketiduran? Pertanyaan-pertanyaan dalam hatiku
semakin banyak. Dan semua itu membuat aku bingung, tidak perna Ibu seperti ini sebelumnya. Sikapnya
sekarang menjadi dingin. Sampai-sampai nilaiku mankin menurun di buatnya. Pikiranku
di Sekolah hanya tertuju pada Ibu. Akupun sering kali tidak mendengarkan
penjelasan guru di Sekolah. Terkadang hatiku ingin bercerita pada teman, sahabat
atau guru. Tapi aku merasa tidak percaya diri untuk membicarakan hal ini, dan
aku rasa aku masih bisa mengatasinya sendiri. Aku memang tidak memiliki kakak
begitu pun adik. Aku anak semata wayang dan ayahku bekerja keras sampai-sampai tidak
ada waktu untuk pulang tiap hari. Mungkin 1 atau 2 minggu Ayah pulang sesekali.
Dan berangkat lagi. Memang cukup lama untuk menantinya pulang, sehingga aku dan
Ibu kekurangan kasihnya.T api Ibu berusaha agar dapat memenuhi kebutuhan kasih
sayang seoarang Ayah kepadaku. Layaknya tak punya Ayah.
Ketika pulang
sekolah, aku mencari Ibu. Aku tengok ke kamarnya kosong begitu pula di dapur. Kemana
ibu? Tidak biasanya ketika aku pulang sekolah wajah ibu tidak tampak di depan
pintu. Lalu aku masuk ke kamarku, tiba-tiba saja ibu dan ayah sudah berdiri
menyambutku di kamar, terlihat tangan
ibu sedang membawa kue besar dan di tangan ayah dua hadiah untukku, merekapun
bersorak dan bernyanyi untukku. Setelah itu
mereka memelukku dan berucap “Selamat Ulang tahun Andini putriku”. Sekarang aku tahu mengapa Ibu bertingkah seperti itu
dan sering melamun ternyata Ibu mengingatnya, hari ulang tahunku. Ibupun tersenyum
manis kepadaku dan itu adalah hadiah yang berharga bagiku yaitu ketika “Ibu Tersenyum”.
Akhir-akhir
ini nilai aku di Sekolah memang cukup menurun, tapi aku belum tahu sebabnya,
aku hanya menebak saja kalau nilaiku menurun karena akhir-akhir ini aku sibuk
bermain komputer dan handphone. Tapi aku tidak akan mengecewakan Ibu, walau aku
sering sekali membuatnya jengkel karena tingkahku. Tapi bijaknya Ibu jika aku
berbuat ulah, dia membelaiku dengan kasihnya, dan berucap lembut agar tidak
mengulanginya. Walau beberapa kali aku tetap mengulang, Ibu tetap sabar. Tapi entah
mengapa 2 hari ini Ibu terlihat melamun dan sedih. Aku khawatir dengan keadaannya, apa Ibu sakit? Atau ada masalah
yang memberatkannya? Kadang aku berucap kepadanya “mengapa ibu?” tapi beliau
menjawabnya dengan senyum simpul yang
membuatku sukar mengartikan arti dari senyuman itu Ibu itu. Tapi, aku tetap
saja memikirkannya.
Biasanya
Ibu menaruh baju sergamku untuk dipakai olehku di meja dekat laci bukuku yang
tersusun dan terlipat rapi dengan harumnya. Tapi, mengapa hari ini tidak? Apa Ibu
lupa? Apa Ibu sangat sibuk sehingga tidak sempat untuk itu? Apa mungkin Ibu
capek? Atau barangkali Ibu ketiduran? Pertanyaan-pertanyaan dalam hatiku
semakin banyak. Dan semua itu membuat aku bingung, tidak perna Ibu seperti ini sebelumnya. Sikapnya
sekarang menjadi dingin. Sampai-sampai nilaiku mankin menurun di buatnya. Pikiranku
di Sekolah hanya tertuju pada Ibu. Akupun sering kali tidak mendengarkan
penjelasan guru di Sekolah. Terkadang hatiku ingin bercerita pada teman, sahabat
atau guru. Tapi aku merasa tidak percaya diri untuk membicarakan hal ini, dan
aku rasa aku masih bisa mengatasinya sendiri. Aku memang tidak memiliki kakak
begitu pun adik. Aku anak semata wayang dan ayahku bekerja keras sampai-sampai tidak
ada waktu untuk pulang tiap hari. Mungkin 1 atau 2 minggu Ayah pulang sesekali.
Dan berangkat lagi. Memang cukup lama untuk menantinya pulang, sehingga aku dan
Ibu kekurangan kasihnya.T api Ibu berusaha agar dapat memenuhi kebutuhan kasih
sayang seoarang Ayah kepadaku. Layaknya tak punya Ayah.
Ketika pulang
sekolah, aku mencari Ibu. Aku tengok ke kamarnya kosong begitu pula di dapur. Kemana
ibu? Tidak biasanya ketika aku pulang sekolah wajah ibu tidak tampak di depan
pintu. Lalu aku masuk ke kamarku, tiba-tiba saja ibu dan ayah sudah berdiri
menyambutku di kamar, terlihat tangan
ibu sedang membawa kue besar dan di tangan ayah dua hadiah untukku, merekapun
bersorak dan bernyanyi untukku. Setelah itu
mereka memelukku dan berucap “Selamat Ulang tahun Andini putriku”. Sekarang aku tahu mengapa Ibu bertingkah seperti itu
dan sering melamun ternyata Ibu mengingatnya, hari ulang tahunku. Ibupun tersenyum
manis kepadaku dan itu adalah hadiah yang berharga bagiku yaitu ketika “Ibu Tersenyum”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar