Minggu, 09 November 2014

LAMUNAN IBU



              
  Akhir-akhir ini nilai aku di Sekolah memang cukup menurun, tapi aku belum tahu sebabnya, aku hanya menebak saja kalau nilaiku menurun karena akhir-akhir ini aku sibuk bermain komputer dan handphone. Tapi aku tidak akan mengecewakan Ibu, walau aku sering sekali membuatnya jengkel karena tingkahku. Tapi bijaknya Ibu jika aku berbuat ulah, dia membelaiku dengan kasihnya, dan berucap lembut agar tidak mengulanginya. Walau beberapa kali aku tetap mengulang, Ibu tetap sabar. Tapi entah mengapa 2 hari ini Ibu terlihat melamun dan sedih.  Aku khawatir dengan  keadaannya, apa Ibu sakit? Atau ada masalah yang memberatkannya? Kadang aku berucap kepadanya “mengapa ibu?” tapi beliau menjawabnya dengan senyum simpul  yang membuatku sukar mengartikan arti dari senyuman itu Ibu itu. Tapi, aku tetap saja memikirkannya.
                Biasanya Ibu menaruh baju sergamku untuk dipakai olehku di meja dekat laci bukuku yang tersusun dan terlipat rapi dengan harumnya. Tapi, mengapa hari ini tidak? Apa Ibu lupa? Apa Ibu sangat sibuk sehingga tidak sempat untuk itu? Apa mungkin Ibu capek? Atau barangkali Ibu ketiduran? Pertanyaan-pertanyaan dalam hatiku semakin banyak. Dan semua itu membuat aku bingung,  tidak perna Ibu seperti ini sebelumnya. Sikapnya sekarang menjadi dingin. Sampai-sampai nilaiku mankin menurun di buatnya. Pikiranku di Sekolah hanya tertuju pada Ibu. Akupun sering kali tidak mendengarkan penjelasan guru di Sekolah. Terkadang hatiku ingin bercerita pada teman, sahabat atau guru. Tapi aku merasa tidak percaya diri untuk membicarakan hal ini, dan aku rasa aku masih bisa mengatasinya sendiri. Aku memang tidak memiliki kakak begitu pun adik. Aku anak semata wayang  dan ayahku bekerja keras sampai-sampai tidak ada waktu untuk pulang tiap hari. Mungkin 1 atau 2 minggu Ayah pulang sesekali. Dan berangkat lagi. Memang cukup lama untuk menantinya pulang, sehingga aku dan Ibu kekurangan kasihnya.T api Ibu berusaha agar dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang seoarang Ayah kepadaku. Layaknya tak punya Ayah.
                Ketika pulang sekolah, aku mencari Ibu. Aku tengok ke kamarnya kosong begitu pula di dapur. Kemana ibu? Tidak biasanya ketika aku pulang sekolah wajah ibu tidak tampak di depan pintu. Lalu aku masuk ke kamarku, tiba-tiba saja ibu dan ayah sudah berdiri menyambutku di  kamar, terlihat tangan ibu sedang membawa kue besar dan di tangan ayah dua hadiah untukku, merekapun bersorak dan bernyanyi untukku.  Setelah itu mereka memelukku dan berucap “Selamat Ulang tahun Andini putriku”. Sekarang  aku tahu mengapa Ibu bertingkah seperti itu dan sering melamun ternyata Ibu mengingatnya, hari ulang tahunku. Ibupun tersenyum manis kepadaku dan itu adalah hadiah yang berharga bagiku yaitu ketika “Ibu Tersenyum”.

                Akhir-akhir ini nilai aku di Sekolah memang cukup menurun, tapi aku belum tahu sebabnya, aku hanya menebak saja kalau nilaiku menurun karena akhir-akhir ini aku sibuk bermain komputer dan handphone. Tapi aku tidak akan mengecewakan Ibu, walau aku sering sekali membuatnya jengkel karena tingkahku. Tapi bijaknya Ibu jika aku berbuat ulah, dia membelaiku dengan kasihnya, dan berucap lembut agar tidak mengulanginya. Walau beberapa kali aku tetap mengulang, Ibu tetap sabar. Tapi entah mengapa 2 hari ini Ibu terlihat melamun dan sedih.  Aku khawatir dengan  keadaannya, apa Ibu sakit? Atau ada masalah yang memberatkannya? Kadang aku berucap kepadanya “mengapa ibu?” tapi beliau menjawabnya dengan senyum simpul  yang membuatku sukar mengartikan arti dari senyuman itu Ibu itu. Tapi, aku tetap saja memikirkannya.
                Biasanya Ibu menaruh baju sergamku untuk dipakai olehku di meja dekat laci bukuku yang tersusun dan terlipat rapi dengan harumnya. Tapi, mengapa hari ini tidak? Apa Ibu lupa? Apa Ibu sangat sibuk sehingga tidak sempat untuk itu? Apa mungkin Ibu capek? Atau barangkali Ibu ketiduran? Pertanyaan-pertanyaan dalam hatiku semakin banyak. Dan semua itu membuat aku bingung,  tidak perna Ibu seperti ini sebelumnya. Sikapnya sekarang menjadi dingin. Sampai-sampai nilaiku mankin menurun di buatnya. Pikiranku di Sekolah hanya tertuju pada Ibu. Akupun sering kali tidak mendengarkan penjelasan guru di Sekolah. Terkadang hatiku ingin bercerita pada teman, sahabat atau guru. Tapi aku merasa tidak percaya diri untuk membicarakan hal ini, dan aku rasa aku masih bisa mengatasinya sendiri. Aku memang tidak memiliki kakak begitu pun adik. Aku anak semata wayang  dan ayahku bekerja keras sampai-sampai tidak ada waktu untuk pulang tiap hari. Mungkin 1 atau 2 minggu Ayah pulang sesekali. Dan berangkat lagi. Memang cukup lama untuk menantinya pulang, sehingga aku dan Ibu kekurangan kasihnya.T api Ibu berusaha agar dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang seoarang Ayah kepadaku. Layaknya tak punya Ayah.
                Ketika pulang sekolah, aku mencari Ibu. Aku tengok ke kamarnya kosong begitu pula di dapur. Kemana ibu? Tidak biasanya ketika aku pulang sekolah wajah ibu tidak tampak di depan pintu. Lalu aku masuk ke kamarku, tiba-tiba saja ibu dan ayah sudah berdiri menyambutku di  kamar, terlihat tangan ibu sedang membawa kue besar dan di tangan ayah dua hadiah untukku, merekapun bersorak dan bernyanyi untukku.  Setelah itu mereka memelukku dan berucap “Selamat Ulang tahun Andini putriku”. Sekarang  aku tahu mengapa Ibu bertingkah seperti itu dan sering melamun ternyata Ibu mengingatnya, hari ulang tahunku. Ibupun tersenyum manis kepadaku dan itu adalah hadiah yang berharga bagiku yaitu ketika “Ibu Tersenyum”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar