Tulisan ini dibuat untuk para perantau, calon perantau, atau
lebih khususnya untuk diri saya sendiri.
Hujan, matraman diguyur hujan.
Sejak aku datang sampai aku hendak pulang ke tempat tinggal
dengan sepetak kamar, matraman masih ditemani hujan dengan ritme yang sangat
mengasyikan, reda tidak deraspun tak mau. Mungkin begitu peribahasa yang cocok
untuk hujan kali ini.
Hari ini putri merayakan ulang tahun ke lima nya, pesta
perayaan ulang tahun pertama kali di usia yang kelima tahun ini. Aku datang,
walaupun acara telah usai tepat sebelum adzan magrib berkumandang.
Datang dari pulangku menuntut ilmu, dengan kuyup aku
membereskan peralatanku berkendara, ada jas hujan, helm, motor, tas, dan
kantung. Setelah itu aku bertemu neneknya putri, adik bapaknya putri, dan satu
paket keluarga mamah putri (hehehe).
Mereka semua sangat hangat, menyambutku yang kuyup dan
kedinginan dengan hangat. Tidak berapa lama nenek dan adik bapaknya berpamitan
mereka harus kembali ke kediaman di daerah Kebon Nanas, Jakarta Timur.
Setelah itu, aku bercengkrama dengan keluarga mama putri,
berfoto, mencicipi kue ulang tahun yang dibuat sendiri oleh mama putri,
bersenda gurau, dan berbincang-bincang. Suasana hujan yang sangat hangat….
…
Tidak terasa waktu menunjukan pukul 21.00, seperti biasa putri
selalu uring-uringan ketika aku hendak bergegas untuk berpamitan, dia selalu
menunjukan ketidakrelaannya dengan menangis, aku sebal, karena putri selalu
begitu padahal bulan ini tidak jarang aku mengunjunginya. Tapi, disisi lain aku
sangat senang bisa melihat ketulusan yang dalam ada pada tingakah pola mereka
(anak-anak kecil).
Lalu dengan berat hati aku tinggalkan dia bersama
kemuramannya, ketidakrelaannya, “putri, tante pulang, nanti putri bisa main
lagi besok ya” dia meraung, menjerit, menangis, dan tidak mau melihatku, dia
pergi ke dalam kamar.
……
Aku kembali ke kosan ku, aku melewati jalan Matraman kecil
yang dulu sering ku lewati, bersama hujan yang sangat romantis, aku
memperhatikan sekelilingku, merasakan aroma hujan di matraman, entah kenapa,
suasana, aroma, di jalan itu mengingatkanku pada 4 tahun silam. Pada saat
dimana aku melewati jalan kecil itu, pada saat aku pulang dari tempatku
bekerja, aku mencium aroma semangatku yang dulu, mengingat kembali betapa
bersemangatnya aku saat itu, aku ingat dengan jelas saat aku bertemu dengan
warga matraman.
Warga disana mengenal ku, menyambut sapa dengan penuh rindu,
yang mereka tahu aku hanyalah petugas rumah sakit cipto. Mereka semua baik, aku
bahkan tidak merasa berada dikota besar bersama mereka, mereka sangat
sederhana, dan kekeluargaan. Keadaan di matraman tidak banyak perubahan, masih
sama, masih terbuat dari semangat dan rinduku…. Sangat harum…
…
Sampai saat ini, matraman masih menjadi tempatku untuk
sekedar melepas kerinduanku, untuk sekedar merasakan kehangatan, untuk sekedar
menyemangatiku akan tujuan ku di awal ku pijakan kaki disana.
Bahwa merantau tidak seburuk itu, bahwa merantau tidak sesedih
itu, bahwa merantau tidak semiris itu. Merantaulah, maka kamu akan tahu makna
kehidupan, merantaulah maka kamu akan tahu hal indah yang tidak bisa orang lain
dapat dengan mudah, yaitu arti kehidupan….
Djakarta, 14 agustus 2016.
Oke terimakasih ya yang udah mampir buat baca tulisan citra
yang masih perlu banyak diperbaiki, tulisan di atas sepenggal kisah citra di
perantauan. Buat yang sedang merantau, berbahagialah, bahwa rindumu akan
keluarga, dan kehangatan sesungguhnya bisa kalian dapatkan dimanapun… semangat,
jika hati terasa letih, ingatlah semangat kalian yang dulu, cari lah kemana
semangat kalian yang hilang, pupuk lagi, siram lagi, tuai buahnya dengan baik. Salam
semangat…
Citra lestari//@lestaricicit