Minggu, 14 Agustus 2016

MERANTAU : edisi RINDU KEHANGATAN KELUARGA



Tulisan ini dibuat untuk para perantau, calon perantau, atau lebih khususnya untuk diri saya sendiri. 

Hujan, matraman diguyur hujan.

Sejak aku datang sampai aku hendak pulang ke tempat tinggal dengan sepetak kamar, matraman masih ditemani hujan dengan ritme yang sangat mengasyikan, reda tidak deraspun tak mau. Mungkin begitu peribahasa yang cocok untuk hujan kali ini.

Hari ini putri merayakan ulang tahun ke lima nya, pesta perayaan ulang tahun pertama kali di usia yang kelima tahun ini. Aku datang, walaupun acara telah usai tepat sebelum adzan magrib berkumandang.
Datang dari pulangku menuntut ilmu, dengan kuyup aku membereskan peralatanku berkendara, ada jas hujan, helm, motor, tas, dan kantung. Setelah itu aku bertemu neneknya putri, adik bapaknya putri, dan satu paket keluarga mamah putri (hehehe).

Mereka semua sangat hangat, menyambutku yang kuyup dan kedinginan dengan hangat. Tidak berapa lama nenek dan adik bapaknya berpamitan mereka harus kembali ke kediaman di daerah Kebon Nanas, Jakarta Timur.

Setelah itu, aku bercengkrama dengan keluarga mama putri, berfoto, mencicipi kue ulang tahun yang dibuat sendiri oleh mama putri, bersenda gurau, dan berbincang-bincang. Suasana hujan yang sangat hangat….


Tidak terasa waktu menunjukan pukul 21.00, seperti biasa putri selalu uring-uringan ketika aku hendak bergegas untuk berpamitan, dia selalu menunjukan ketidakrelaannya dengan menangis, aku sebal, karena putri selalu begitu padahal bulan ini tidak jarang aku mengunjunginya. Tapi, disisi lain aku sangat senang bisa melihat ketulusan yang dalam ada pada tingakah pola mereka (anak-anak kecil).

Lalu dengan berat hati aku tinggalkan dia bersama kemuramannya, ketidakrelaannya, “putri, tante pulang, nanti putri bisa main lagi besok ya” dia meraung, menjerit, menangis, dan tidak mau melihatku, dia pergi ke dalam kamar.

……

Aku kembali ke kosan ku, aku melewati jalan Matraman kecil yang dulu sering ku lewati, bersama hujan yang sangat romantis, aku memperhatikan sekelilingku, merasakan aroma hujan di matraman, entah kenapa, suasana, aroma, di jalan itu mengingatkanku pada 4 tahun silam. Pada saat dimana aku melewati jalan kecil itu, pada saat aku pulang dari tempatku bekerja, aku mencium aroma semangatku yang dulu, mengingat kembali betapa bersemangatnya aku saat itu, aku ingat dengan jelas saat aku bertemu dengan warga matraman.

Warga disana mengenal ku, menyambut sapa dengan penuh rindu, yang mereka tahu aku hanyalah petugas rumah sakit cipto. Mereka semua baik, aku bahkan tidak merasa berada dikota besar bersama mereka, mereka sangat sederhana, dan kekeluargaan. Keadaan di matraman tidak banyak perubahan, masih sama, masih terbuat dari semangat dan rinduku…. Sangat harum…


Sampai saat ini, matraman masih menjadi tempatku untuk sekedar melepas kerinduanku, untuk sekedar merasakan kehangatan, untuk sekedar menyemangatiku akan tujuan ku di awal ku pijakan kaki disana.

Bahwa merantau tidak seburuk itu, bahwa merantau tidak sesedih itu, bahwa merantau tidak semiris itu. Merantaulah, maka kamu akan tahu makna kehidupan, merantaulah maka kamu akan tahu hal indah yang tidak bisa orang lain dapat dengan mudah, yaitu arti kehidupan….



Djakarta, 14 agustus 2016.
Matraman with love.


Oke terimakasih ya yang udah mampir buat baca tulisan citra yang masih perlu banyak diperbaiki, tulisan di atas sepenggal kisah citra di perantauan. Buat yang sedang merantau, berbahagialah, bahwa rindumu akan keluarga, dan kehangatan sesungguhnya bisa kalian dapatkan dimanapun… semangat, jika hati terasa letih, ingatlah semangat kalian yang dulu, cari lah kemana semangat kalian yang hilang, pupuk lagi, siram lagi, tuai buahnya dengan baik. Salam semangat…

Citra lestari//@lestaricicit

1 komentar:

  1. Cit aku baca loh, iseng wkwkwkwk. Perbendaharaan katanya bagus

    BalasHapus